Kamis, 08 Mei 2014

SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK

A.   Pengertian Kliring
Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi. Kliring melibatkan manajemen dari pasca perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
Secara umum kliring melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang dikenal dengan sebutan Mitra Pengimbang Sentral (MPS) atau dalam istilah asingnya dikenal dengan central counterparty. MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang terjadi baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kegagalan penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu risiko kredit yang distandarisasi dari MPS.

B.   Ruang Lingkup Kegiatan Kliring
1.       Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di Indonesia.
2.       Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa.

C.    Anggota Kliring
Terdapat dua jenis anggota kliring, yaitu:
1.       Anggota Kliring Aktif
Yaitu anggota kliring yang namanya tercatat sebagai anggota di Bank Indonesia
2.       Anggota Kliring Pasif
Yaitu anggota kliring yang namanya tidak tercatat di Bank Indonesia, tetapi melakukan kegiatan kliring dengan cara menginduk pada cabang pusat bank yang bersangkutan.

D.   Sistem Kliring Manual
Sistem Kliring Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Saat ini pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam Surat edaran Bank Indonesia No. 2/7/DASP tanggal 24 februari 2000 perihal penyelenggaraan kliring lokal secara manual. Pada sistem manual, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seluruhnya dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.       Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh semua peserta
2.       Pembuatan dan pencocokan rincian daftar warkat kliring, penyusunan neraca kliring serta pembuatan bilyet saldo Kliring dilakukan oleh peserta
3.       Penyusunan neraca kliring penyerahan dan Pengembalian gabungan dilakukan oleh penyelenggara
4.       Identitas peserta menggunakan nomor urut kelompok
5.       Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik
6.       Kesalahan perhitungan lebih sering terjadi
7.       Memiliki wakil peserta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat, mengubah dan menandatangani daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian, neraca kliring penyerahan / pengembalian, bilyet saldo kliring serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian yang diterima dari peserta lain.

E.    Sistem Kliring Otomatis
1.      Pengertian Kliring Otomatis
Kliring  otomatis  adalah terjadinya  pertukaran  data  secara  elektronik melalui pemrosesan  dengan  mesin  dalam  bentuk  standar  yang  telah diformat  terlebih  dahulu. Selain  itu,  pemrosesan  elektronik  juga  melibatkan  pengiriman  media penyimpanan  data  komputer.  Media  ini  merupakan  media  utama  untuk transaksi  kliring  dengan  otomatis,  atau  lazim  dikenal  dengan  Automatic Clearing  House  (ACH). Dalam  pemrosesan  data  secara  elektronik  ini,  mesin  akan membaca Magnetic  Ink  Character  Recognition,  atau  MICR pada  setiap  lembar cek  nasabah.

2.      Jenis Kliring Otomatis
Transaksi  kliring  otomatis  dapat  dipecah  menjadi  dua  jenis, yaitu:
a)      Transaksi  lokal  (intraregional),
Bank penarik  mempersiapkan seluruh  warkat  untuk  dikirim  ke  bank  tertarik.  Disini  bank penarik  akan  memeriksa  kelengkapan  data,  memeriksa kebenaran  cek,  membedakan  apabila  transaksi  tersebut berasal  dari  bank  sendiri,  kemudian  menyampaikan  data tersebut  kepada  lembaga  kliring.
b)      Transaksi  antar  daerah  (interregional),
Bank  penarik  akan menyampaikan  transaksinya  kepada  pusat  pengolahan  data  di lembaga  kliring  lokal.  Transaksi-transaksi disortir  oleh  bank penarik  dalam  lokasi  yang  bersangkutan.  Volume  data  yang besar  ini  akan  digabung  menjadi  suatu  ringkasan  arsip  untuk setiap  lokasi,  kemudian  arsip  ini  dipindahkan  ke  tiap  lokasi lainnya  untuk  diproses  lebih  lanjut.

3.      Fungsi Kliring Otomatis
Untuk mempermudah cara pembayaran dalam upaya memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan (bank peserta kliring) dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai penyelenggara kliring.

4.      Peranan Kliring Otomatis
Dengan adanya kliring otomatis diharapkan penggunaan data secara elektronik di masyarakat dapat meningkat sehingga otomatis akan meningkatkan simpanan dana masyarakat di bank yang dapat dipergunakan oleh bank untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.

Bank Indonesia mengeluarkan Sistem Kliring Elektronik (SKE). Penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik yang dikenal dengan kliring elektronik diselenggarakan dengan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima. SKE mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
a)      Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan system pembayaran lebih cepat, akurat, handal, aman dan lancar
b)      Meningkatkan efisiensi, efektifitas serta keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses kliring
c)       Memenuhi kebutuhan informasi para peserta kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat dan tepat waktu.

5.      Ruang Lingkup Kliring Otomatis
Perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima. Transaksi yang dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet dantransfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain) maupun warkat kredit. Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi dibawah Rp100.000.000 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BIRTGS).
Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4 (empat) jenis system yang berbeda yaitu:
a)      Sistem Kliring Elektronik atau dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b)      Sistem Kliring Otomasi, digunakan di Surabaya, Medan dan Bandung;
c)       Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33 wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.

F.    Pemindahan Dana Elektronik
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi automated teller machine, banking application system, real time gross settlement system, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking.
Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat “back end”, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.
Selain itu, beberapa jenis E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smart card). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya semakin terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip” yang bisa mengkaitkan dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah ini:
1.      Automated teller machine (ATM).
Terminal elektronik yang di sediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.

2.      Computer banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.

3.      Debit (or check) card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.

4.      Direct deposit.
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.

5.      Direct payment (also electronic bill payment).
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.

6.      Electronic bill presentment and payment (EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar taguhan tersebut secara online juga jika berkenan. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.

7.      Electronic check conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (number rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik.

8.      Electronic fund transfer (EFT).
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.

9.      Payroll card.
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.

10.  Preauthorized debit (or automatic bill payment).
Bentuk pembuayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).

11.  Prepaid card.
Salah satu tipe Stored-value card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.

12.  Smart card.
Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada system terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi public) atau system tertutup (misalnya Master Card atau Visa networks).

13.  Stored-value card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-PURPOSE card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo Master Card, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar