A.
Pengertian
Kliring
Kliring
(dari bahasa Inggris clearing)
sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu
aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi
hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring
sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat
daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi.
Kliring melibatkan manajemen dari pasca perdagangan, pra penyelesaian eksposur
kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan
aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan
penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan /
pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal,
penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
Secara umum
kliring melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang
dikenal dengan sebutan Mitra Pengimbang Sentral (MPS) atau dalam istilah
asingnya dikenal dengan central
counterparty. MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang terjadi
baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kegagalan
penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu risiko
kredit yang distandarisasi dari MPS.
B.
Ruang
Lingkup Kegiatan Kliring
1.
Melaksanakan kegiatan kliring
atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada
bursa efek di Indonesia.
2.
Melaksanakan proses penentuan hak
dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa.
C.
Anggota Kliring
Terdapat dua jenis anggota kliring, yaitu:
1.
Anggota Kliring Aktif
Yaitu anggota kliring yang namanya tercatat
sebagai anggota di Bank Indonesia
2.
Anggota Kliring Pasif
Yaitu anggota kliring yang namanya tidak
tercatat di Bank Indonesia, tetapi melakukan kegiatan kliring dengan cara
menginduk pada cabang pusat bank yang bersangkutan.
D.
Sistem
Kliring Manual
Sistem
Kliring Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan
perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilahan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem manual, perhitungan
kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Saat ini
pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam Surat edaran Bank Indonesia
No. 2/7/DASP tanggal 24 februari 2000 perihal penyelenggaraan kliring lokal
secara manual. Pada sistem manual, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seluruhnya
dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Perhitungan kliring dan
pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh semua peserta
2.
Pembuatan dan pencocokan rincian
daftar warkat kliring, penyusunan neraca kliring serta pembuatan bilyet saldo
Kliring dilakukan oleh peserta
3.
Penyusunan neraca kliring
penyerahan dan Pengembalian gabungan dilakukan oleh penyelenggara
4.
Identitas peserta menggunakan
nomor urut kelompok
5.
Menggunakan warkat baku, namun
dapat menggunakan standar kertas sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik
6.
Kesalahan perhitungan lebih
sering terjadi
7.
Memiliki wakil peserta
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat,
mengubah dan menandatangani daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian,
neraca kliring penyerahan / pengembalian, bilyet saldo kliring serta
menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada daftar
warkat kliring penyerahan / pengembalian yang diterima dari peserta lain.
E.
Sistem Kliring
Otomatis
1.
Pengertian
Kliring Otomatis
Kliring
otomatis adalah terjadinya pertukaran
data secara elektronik melalui pemrosesan dengan
mesin dalam bentuk
standar yang telah diformat terlebih
dahulu. Selain itu, pemrosesan
elektronik juga melibatkan
pengiriman media penyimpanan data
komputer. Media ini
merupakan media utama
untuk transaksi kliring dengan
otomatis, atau lazim
dikenal dengan Automatic
Clearing House (ACH). Dalam
pemrosesan data secara
elektronik ini, mesin
akan membaca Magnetic Ink
Character Recognition, atau
MICR pada setiap lembar cek
nasabah.
2.
Jenis
Kliring Otomatis
Transaksi
kliring otomatis dapat
dipecah menjadi dua
jenis, yaitu:
a)
Transaksi lokal
(intraregional),
Bank penarik
mempersiapkan seluruh warkat untuk
dikirim ke bank
tertarik. Disini bank penarik
akan memeriksa kelengkapan
data, memeriksa kebenaran cek,
membedakan apabila transaksi
tersebut berasal dari bank
sendiri, kemudian menyampaikan
data tersebut kepada lembaga
kliring.
b)
Transaksi antar
daerah (interregional),
Bank
penarik akan menyampaikan transaksinya
kepada pusat pengolahan
data di lembaga kliring
lokal. Transaksi-transaksi disortir oleh
bank penarik dalam lokasi
yang bersangkutan. Volume
data yang besar ini
akan digabung menjadi
suatu ringkasan arsip
untuk setiap lokasi, kemudian
arsip ini dipindahkan
ke tiap lokasi lainnya untuk
diproses lebih lanjut.
3.
Fungsi
Kliring Otomatis
Untuk mempermudah cara pembayaran dalam upaya
memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan (bank peserta
kliring) dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai penyelenggara kliring.
4.
Peranan
Kliring Otomatis
Dengan adanya kliring otomatis diharapkan
penggunaan data secara elektronik di masyarakat dapat meningkat sehingga
otomatis akan meningkatkan simpanan dana masyarakat di bank yang dapat
dipergunakan oleh bank untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.
Bank Indonesia mengeluarkan Sistem Kliring
Elektronik (SKE). Penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik yang dikenal
dengan kliring elektronik diselenggarakan dengan perhitungan dan pembuatan
bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan
penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta
penerima. SKE mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
a)
Meningkatkan kualitas dan
kapasitas layanan system pembayaran lebih cepat, akurat, handal, aman dan
lancar
b)
Meningkatkan efisiensi,
efektifitas serta keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses kliring
c)
Memenuhi kebutuhan informasi para
peserta kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat
dan tepat waktu.
5.
Ruang
Lingkup Kliring Otomatis
Perhitungan dan pembuatan bilyet saldo
kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian
warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima.
Transaksi yang dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet
dantransfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat
debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain) maupun warkat kredit. Khusus
untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi
dibawah Rp100.000.000 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000 ke atas
harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BIRTGS).
Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4
(empat) jenis system yang berbeda yaitu:
a)
Sistem Kliring Elektronik atau
dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b)
Sistem Kliring Otomasi, digunakan
di Surabaya, Medan dan Bandung;
c)
Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal
atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33 wilayah kliring yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring lainnya yang diselenggarakan oleh
pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
F.
Pemindahan
Dana Elektronik
Penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju
dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi automated teller machine, banking
application system, real time gross settlement system, Sistem Kliring
Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan
istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan
teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang
lebih populer adalah Electronic Banking.
Electronic
banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat.
Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan
komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat “back end”, yaitu teknologi-teknologi
yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant,
atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic
check conversion.
Selain itu,
beberapa jenis E-banking terkait
langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking
yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan
dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip
dalam smart card). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas
transaksi, berbagai jenis E-banking
semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya semakin terintegrasi atau
mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip” yang bisa mengkaitkan
dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam
sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant
atau vendor. Beberapa gambaran umum
mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking
dapat dilihat di bawah ini:
1.
Automated teller machine (ATM).
Terminal elektronik yang di sediakan lembaga
keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan
penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek
saldo, atau pemindahan dana.
2.
Computer banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah
melalui koneksi internet ke pusat pusat data bank, untuk melakukan beberapa
layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
3.
Debit (or check) card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang
memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari
rekening banknya.
4.
Direct deposit.
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan
oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar
sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana
ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
5.
Direct payment (also electronic bill
payment).
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan
nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut
secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini,
nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct
payment.
6.
Electronic bill presentment and payment
(EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan
atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui
email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut,
pelanggan boleh membayar taguhan tersebut secara online juga jika berkenan.
Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan
tersebut.
7.
Electronic check conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam
cek (number rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar
bisa dilakukan pemindahan dana elektronik.
8.
Electronic fund transfer (EFT).
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu
rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
9.
Payroll card.
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan pemberi kerja sebagai pengganti
cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM
atau Point of Sales. Pemberi kerja
menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
10. Preauthorized
debit (or automatic bill payment).
Bentuk pembuayaran yang mengizinkan nasabah
untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening
banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran
tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara
elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya
PLN atau PT Telkom).
11. Prepaid card.
Salah satu tipe Stored-value card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan
sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
12. Smart card.
Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips
atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau
melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi
pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini
bisa digunakan pada system terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi
public) atau system tertutup (misalnya Master
Card atau Visa networks).
13. Stored-value
card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter,
melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang
diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor)
kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan
pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu
telpon). Limited-purpose card secara
umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi
sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di
sekolah-sekolah). Sedangkan multi-PURPOSE
card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih
luas, misalnya kartu dengan logo Master Card,
Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar