Kamis, 08 Mei 2014

SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK

A.   Pengertian Kliring
Kliring (dari bahasa Inggris clearing) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan aset transaksi. Kliring melibatkan manajemen dari pasca perdagangan, pra penyelesaian eksposur kredit, guna memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar, walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan / pemantauan, marjin risiko, netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan perpajakan dan penanganan kegagalan.
Secara umum kliring melibatkan lembaga keuangan yang memiliki permodalan yang kuat yang dikenal dengan sebutan Mitra Pengimbang Sentral (MPS) atau dalam istilah asingnya dikenal dengan central counterparty. MPS ini menjadi pihak dalam setiap transaksi yang terjadi baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Dalam hal terjadinya kegagalan penyelesaian atas suatu transaksi maka pelaku pasar menanggung suatu risiko kredit yang distandarisasi dari MPS.

B.   Ruang Lingkup Kegiatan Kliring
1.       Melaksanakan kegiatan kliring atas semua transaksi bursa untuk produk ekuitas, derivatif dan obligasi pada bursa efek di Indonesia.
2.       Melaksanakan proses penentuan hak dan kewajiban anggota kliring yang timbul di transaksi bursa.

C.    Anggota Kliring
Terdapat dua jenis anggota kliring, yaitu:
1.       Anggota Kliring Aktif
Yaitu anggota kliring yang namanya tercatat sebagai anggota di Bank Indonesia
2.       Anggota Kliring Pasif
Yaitu anggota kliring yang namanya tidak tercatat di Bank Indonesia, tetapi melakukan kegiatan kliring dengan cara menginduk pada cabang pusat bank yang bersangkutan.

D.   Sistem Kliring Manual
Sistem Kliring Manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Saat ini pengaturan mengenai sistem manual terdapat dalam Surat edaran Bank Indonesia No. 2/7/DASP tanggal 24 februari 2000 perihal penyelenggaraan kliring lokal secara manual. Pada sistem manual, pelaksanaan fungsi-fungsi kliring seluruhnya dilakukan secara manual, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.       Perhitungan kliring dan pemilahan/penyampaian warkat dilakukan oleh semua peserta
2.       Pembuatan dan pencocokan rincian daftar warkat kliring, penyusunan neraca kliring serta pembuatan bilyet saldo Kliring dilakukan oleh peserta
3.       Penyusunan neraca kliring penyerahan dan Pengembalian gabungan dilakukan oleh penyelenggara
4.       Identitas peserta menggunakan nomor urut kelompok
5.       Menggunakan warkat baku, namun dapat menggunakan standar kertas sekuriti yang lebih rendah bila dibandingkan dengan warkat baku pada sistem otomasi dan elektronik
6.       Kesalahan perhitungan lebih sering terjadi
7.       Memiliki wakil peserta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang mempunyai kewenangan untuk membuat, mengubah dan menandatangani daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian, neraca kliring penyerahan / pengembalian, bilyet saldo kliring serta menandatangani dan mencantumkan nama jelas sebagai tanda terima pada daftar warkat kliring penyerahan / pengembalian yang diterima dari peserta lain.

E.    Sistem Kliring Otomatis
1.      Pengertian Kliring Otomatis
Kliring  otomatis  adalah terjadinya  pertukaran  data  secara  elektronik melalui pemrosesan  dengan  mesin  dalam  bentuk  standar  yang  telah diformat  terlebih  dahulu. Selain  itu,  pemrosesan  elektronik  juga  melibatkan  pengiriman  media penyimpanan  data  komputer.  Media  ini  merupakan  media  utama  untuk transaksi  kliring  dengan  otomatis,  atau  lazim  dikenal  dengan  Automatic Clearing  House  (ACH). Dalam  pemrosesan  data  secara  elektronik  ini,  mesin  akan membaca Magnetic  Ink  Character  Recognition,  atau  MICR pada  setiap  lembar cek  nasabah.

2.      Jenis Kliring Otomatis
Transaksi  kliring  otomatis  dapat  dipecah  menjadi  dua  jenis, yaitu:
a)      Transaksi  lokal  (intraregional),
Bank penarik  mempersiapkan seluruh  warkat  untuk  dikirim  ke  bank  tertarik.  Disini  bank penarik  akan  memeriksa  kelengkapan  data,  memeriksa kebenaran  cek,  membedakan  apabila  transaksi  tersebut berasal  dari  bank  sendiri,  kemudian  menyampaikan  data tersebut  kepada  lembaga  kliring.
b)      Transaksi  antar  daerah  (interregional),
Bank  penarik  akan menyampaikan  transaksinya  kepada  pusat  pengolahan  data  di lembaga  kliring  lokal.  Transaksi-transaksi disortir  oleh  bank penarik  dalam  lokasi  yang  bersangkutan.  Volume  data  yang besar  ini  akan  digabung  menjadi  suatu  ringkasan  arsip  untuk setiap  lokasi,  kemudian  arsip  ini  dipindahkan  ke  tiap  lokasi lainnya  untuk  diproses  lebih  lanjut.

3.      Fungsi Kliring Otomatis
Untuk mempermudah cara pembayaran dalam upaya memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan (bank peserta kliring) dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai penyelenggara kliring.

4.      Peranan Kliring Otomatis
Dengan adanya kliring otomatis diharapkan penggunaan data secara elektronik di masyarakat dapat meningkat sehingga otomatis akan meningkatkan simpanan dana masyarakat di bank yang dapat dipergunakan oleh bank untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.

Bank Indonesia mengeluarkan Sistem Kliring Elektronik (SKE). Penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik yang dikenal dengan kliring elektronik diselenggarakan dengan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima. SKE mempunyai beberapa tujuan, antara lain:
a)      Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan system pembayaran lebih cepat, akurat, handal, aman dan lancar
b)      Meningkatkan efisiensi, efektifitas serta keamanan pelaksanaan dan pengawasan proses kliring
c)       Memenuhi kebutuhan informasi para peserta kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara lebih cepat, akurat dan tepat waktu.

5.      Ruang Lingkup Kliring Otomatis
Perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring didasarkan pada data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk diteruskan kepada peserta penerima. Transaksi yang dapat diproses melalui sistem kliring meliputi transfer debet dantransfer kredit yang disertai dengan pertukaran fisik warkat, baik warkat debet (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain) maupun warkat kredit. Khusus untuk transfer kredit, nilai transaksi yang dapat diproses melalui kliring dibatasi dibawah Rp100.000.000 sedangkan untuk nilai transaksi Rp100.000.000 ke atas harus dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BIRTGS).
Dalam melaksanakan kegiatan kliring tersebut, digunakan 4 (empat) jenis system yang berbeda yaitu:
a)      Sistem Kliring Elektronik atau dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b)      Sistem Kliring Otomasi, digunakan di Surabaya, Medan dan Bandung;
c)       Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33 wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.

F.    Pemindahan Dana Elektronik
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya meliputi automated teller machine, banking application system, real time gross settlement system, Sistem Kliring Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking.
Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang pesat. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat “back end”, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.
Selain itu, beberapa jenis E-banking terkait langsung dengan rekening bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smart card). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya semakin terintegrasi atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip” yang bisa mengkaitkan dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor. Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat di bawah ini:
1.      Automated teller machine (ATM).
Terminal elektronik yang di sediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.

2.      Computer banking.
Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.

3.      Debit (or check) card.
Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.

4.      Direct deposit.
Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.

5.      Direct payment (also electronic bill payment).
Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.

6.      Electronic bill presentment and payment (EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar taguhan tersebut secara online juga jika berkenan. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.

7.      Electronic check conversion.
Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (number rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik.

8.      Electronic fund transfer (EFT).
Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.

9.      Payroll card.
Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.

10.  Preauthorized debit (or automatic bill payment).
Bentuk pembuayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).

11.  Prepaid card.
Salah satu tipe Stored-value card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.

12.  Smart card.
Salah satu tipe stored-value card yang didalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada system terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi public) atau system tertutup (misalnya Master Card atau Visa networks).

13.  Stored-value card.
Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain. Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-PURPOSE card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo Master Card, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.

Sumber:

TINGKAT KESEHATAN BANK

A.   Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kawajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.

B.   Kriteria Dan Penilaian Bank Yang Sehat
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah:
·         Bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat
·         Dapat menjalankan fungsi intermediasi
·         Dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran
·         Dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter
Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai:
·         Modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik
·         Dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian
·         Menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya
·         Memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat
·         Bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan

C.     Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
1.       Dasar Hukum I, UU No. 10 Thn 1998, Undang-Undang Perbankan.
a)      Pasal 29 UU Nomor 10 Tahun 1998
1)      Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
2)      Bank Indonesia menetapkan ketetuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
b)      Pasal 30 UU No.10 Tahun 1998
1)      Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan,dan penjelasan mengenai usahannya menurut tatacara yang ditetepkan oleh Bank Indonesia.
2)      Bank atas permintaan Bank Indonesia,wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya,serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
3)      Keterangan tetang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
c)       Pasal 31 UU No.10 Tahun 1998
1)      BI melakukan pemeriksaan terhadap bank,baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

2.       Dasar Hukum II, UU No. 3 Thn 2004, Undang-Undang Bank Sentral.
a)      Pasal 8 undang-undang No.3 tahun 2004, tentang Bank Indonesia
1)      Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2)      Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3)      Mengatur dan mengawasi bank.

D.    Faktor-Faktor dan Komponen Tingkat Penilaian Kesehatan Bank
Metode CAMELS merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat penilaian kesehatan suatu bank. Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 faktor, yaitu:
1.      Capital
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal:
a)      Karena modal yang jumlahnya kecil, dan
b)      Kualitas modalnya yang buruk.

Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.

Berapa modal yang cukup tersebut? Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut diberlakukan sudah  berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut. Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
a)      Komposisi permodalan
b)      Trend ke depan/proyeksi KPMM
c)       Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank
d)      Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan)
e)      Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
f)       Akses kepada sumber permodalan, dan
g)      Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank.

2.      Assets
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam  bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan sebagainya.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a)      Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif
b)      Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit
c)       Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif
d)      Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP)
e)      Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif
f)       Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif
g)      Dokumentasi aktiva produktif, dan
h)      Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.

3.      Management
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.

Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.

Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a)      Manajemen umum
b)      Penerapan sistem manajemen risiko, dan
c)       Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada bank Indonesia dan atau pihak lainnya.

4.      Earning
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a)      Return on assets (ROA)
b)      Return on equity (ROE)
c)       Net interest margin (NIM)
d)      Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
e)      Perkembangan laba operasional
f)       Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan
g)      Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan
h)      Prospek laba operasional.

5.      Liquidity
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio kewajiban bersih antar bank terhadap modal inti dan rasio kredit terhadap ana yang diterima oleh bank. Yang dimaksud kewajiban ersih ntar bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk dana yang diterima adalah kredit likuiditas bank Indonesia, giro, deposito, dan tabungan masyarakat, pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a)      Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan
b)      1-month maturity mismatch ratio
c)       Loan to Deposit Ratio (LDR)
d)      Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang
e)      Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti
f)       Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
g)      Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya, dan
h)      Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).

6.      Sensitivity of Market Risk
Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity of Market Risk) penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a)      Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga
b)      Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar, dan
c)       Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

E.    Indikaor Kesehatan Bank
Indikator kesehatan bank dapat dilihat dari rasio-rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tingkat retun saham. Rasio-rasio tersebut diantaranya:
1.      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang.

2.      Non Performing Loans (NPL)
Merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. NPL yang digunakan adalah NPL neto yaitu NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset merupakan penilaian terhadap kondisi aset Bank dan kecukupan manajemen risiko kredit.

3.      Return on Equity (ROE)
Analisis ROE dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisis keuangan. Analisis ROE merupakan teknik analisis yang lazim digunakam untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Dengan menggunakan ROE kemampuan bank dalam memperolah laba tidak diukur menurut besar kecilnya jumlah laba yang dicapai akan tetapi jumlah laba tersebut harus dibandingkan dengan jumlah dana yang telah digunakan dalam menghasilkan laba tersebut. ROE merupakan pengukuran efektivitas perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dengan menggunakan modal perusahaan yang dimilikinya.

4.      Loan Deposit to Ratio (LDR)
Merupakan salah satu indikator kesehatan likuiditas bank. Penilaian likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen risiko likuiditas. LDR paling sering digunakan oleh analis keuangan dalam menilai suatu kinerja bank terutama dari seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank.

Sumber:


PENGENALAN RASIO KEUANGAN BANK

A.   Pengertian Rasio Keuangan Bank
Menurut Sumber datanya Van Horne ( 2005 : 234) : Angka rasio dapat dibedakan atas:
1.       Rasio – rasio neraca ( Balance Sheet Ratio ), yaitu ratio-ratio yang disusun dari data yang berasal dari neraca, misalnya current ratio, acid test ratio, current asset to total asset ratio, current liabilities to total asset ratio dan lain sebagainya.
2.       Rasio – rasio Laporan Laba Rugi ( Income Statement Ratio ), ialah data yang disusun dari data yang berasal dari income statement, misalnya gross profit, net margin, operating margin, operating ratio dan sebagainya.
3.       Rasio –rasio antar Laporan Keuangan ( Intern Statement Ratio), ialah ratio –ratio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainya berasal dari income statement, misalnya asset turnover, Inventory turnover, receivable turnover, dan lain sebagainya.
Rasio keuangan yg digunakan oleh bank dan non bank tidak jauh beda. Perbedaannya terletak pd jenis rasio yg digunakan. Risiko yg dihadapi bank jauh lebih besar dibandingkan/ketimbang perusahaan non bank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memerhatikan rasio ini.

B.   Jenis Rasio Keuangan Bank
Rasio keuangan dapat dibagi kedalam tiga bentuk umum yang sering dipergunakan yaitu : Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas ( Leverage ), dan Rasio Rentabilitas.
1.     Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Merupakan Ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek (short time debt). Adapun yang tergabung dalam rasio ini adalah:
a)      Quick Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya terhadap para deposan (pemilik giro, tabungan, deposito) dengan harta yg paling likuid yg dimiliki oleh bank.
           cash assets      806 juta
 QR = ------------------ = -----------------  x100 % = 60,77 %
           total deposit    1.326,25 juta

b)      Investing Policy Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya kepad para deposannya dengan cara melikuidasi surat-surat berharga (efek) yg dimilikinya.
             securities               230 juta
IPR = ------------------ = -----------------  x 100% = 17,34 %
          total deposit      1.326,25 juta

c)       Bangking Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank dengan cara membandingkan jumlah kredit yg disalurkan dengan jumlah deposit yg dimiliki. Makin tinggi rasio ini, likuiditas bank makin rendah.
             total loans              1.790 juta
BR = ------------------ = -----------------  x 100% = 135 %
             total deposit        1.326,25 juta

d)      Assets to Loan Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank dengan cara membandingkan jumlah kredit yg disalurkan dengan jumlah deposit yg dimiliki. Makin tinggi rasio ini, likuiditas bank makin rendah.
             total loans              1.790 juta
ALR = ------------------ = -----------------  x 100% = 54 %
             total assets             3.340 juta

e)      Invesment Portofolio Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas dalam investasi dalam surat-surat berharga (sekuritas yg jatuh temponya kurang dari 1 tahun).
             portofolio segera JT             
IPR = ---------------------------  x 100%
                 total deposit

f)       Cash Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam melunasi kewajibannya yg harus segera dibayar dengan harta yang likuid atau cash assets.
                  liquid assets                   806 juta
CR = ---------------------------- =  ---------------- = x 100%=50,3%
            short term borrowing     1.601,75 juta  

g)      Loan to Deposit Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur komposisi jumlah kredit yg diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yg digunakan. Menurut PP maksimal 110%.
               total loans                     1.790 juta
LDR = -------------------------- = -----------------  x100% = 112,26%
          total deposit + equity     1.594,5 juta

h)      Invesment Risk Ratio
Rasio ini untuk mengukur risiko yg terjadi dalam investasi surat-surat berharga, yaitu membandingkan harga pasar dengan nilai nominalnya. Makin tinggi rasio ini, berarti makin besar kemampuan bank menyediakan alat likuid.
               market value of securities
IRR = ---------------------------------------  x 100%
            statement value of securities

i)        Liquidity Risk
Rasio yang digunakan untuk mengukur risiko yang akan dihadapi bank apabila gagal memenuhi kewajibannya terhadap deposan dengan harta likuid yg dimiliki.
        liquid assets – short term borrowing
LR = -----------------------------------------------  x 100%
                         total deposit

      806 juta – 1.601,75 juta
LR = -----------------------------   x 100% = - 60 %
                  1.326,25 juta

j)        Credit Risk Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur risiko terhadap kredit macet dgn jumlah kredit yang disalurkan.
               bed debts
CRR = ------------------  x 100% = …%
              total loans

k)      Deposit Risk Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur  risiko kegagalan bank dalam membayar kembali deposannya.
             equity capital
DRR = ------------------  x 100% =
                total deposit

             268,25 juta
DRR = ------------------  x 100% = 20,2%
          1.326,25 juta

2.     Rasio Solvabilitas
Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (Bank). Adapun Rasio yang tergabung dalam Rasio Leverage adalah:
a)      Primary Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur apakah permodalan yang dimiliki sudah memadai atau sejauh mana penurunan yang terjadi dalam total aset dapat ditutupi oleh capital equity.
       capital equity                  268,25 juta
PR = ------------------  x100% = ------------------ x 100% = 8 % 
          total assets                   3.340 juta

b)      Risk Assets Ratio
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemungkinan penurunan risk assets.
                               capital equity
RAR = ---------------------------------------------------- x 100%
            total assets – cash assets - securities

c)       Secondary Risk Ratio (Capital Ratio)
Rasio ini digunakan untuk mengukur penurunan aset yg mempunyai risiko lebih tinggi.
              capital equity                         268,25 juta
SRR = ----------------------------  x100% = --------------- x 100% =12% 
          secondary risk assets                 2.200 juta

d)      Capital Ratio
Rasio ini digunakan untuk mengukur permodalan dan cadangan penghapusan dalam menanggung perkreditan, terutama resiko yang terjadi karena bunga gagal ditagih.
       capital equity + reserve for loan loses
CR = ----------------------------------------------------- x 100%
                          total loans

         268,25 juta + 0
CR = --------------------------------- x 100% = 14,9 %
                          1.790 juta

e)      Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio ini untuk mengetahui besarnya risiko yang akan terjadi dalam pemberian kredit dan risiko dalam perdagangan surat-surat berharga, yang dijamin dengan besarnya ekuitas dikurang dengan aktiva tetap.
          capital equity – fixed assets
CAR = ----------------------------------------- x 100%
               total loans + securities

          268, 25 juta – 44 juta
CAR = ------------------------------ x 100% = 11,10%
            1.790 juta + 230 juta

3.     Ratio Rentabilitas
Rasio ini disebut juga sebagai Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Yang termasuk dalam ratio ini adalah:
a)      Gross Profit Margin ( Margin Laba Kotor)
Merupakan perandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu :
Gross Profit Margin = Laba kotor
Penjualan Bersih
b)      Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak lalu dibandingkan dengan volume penjualan.
Rasio ini dapat dihitung dengan Rumus yaitu:
Net Profit Margin = Laba Setelah Pajak
Penjualan Bersih
c)       Earning Power of Total investment
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:
Earning Power of Total investment = Laba Sebelum Pajak
Total aktiva
d)      Return on Equity (Pengembalian atas Ekuitas)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen.
Rasio ini dapat dihitung dengan rumus yaitu:
Return on Equity = Laba Setelah Pajak
Ekuitas Pemegang Saham

Sumber: